Senin, April 25, 2011

Pengalaman Pribadi Bersama NII (Negara Islam Indonesia)

Sebenarnya cerita ini terjadi sekitar 2 atau 3 tahun lalu (2008/2009), selama itu Saya berpikir untuk tidak menceritakan tentang pengalaman ini baik itu ke teman-teman terdekat apalagi sampai di publish ke media internet, namun melihat kejadian belakangan ini semakin banyaknya korban pencucian otak ala NII membuat Saya tergerak untuk menceritakan kembali pengalaman sebagai anggota NII agar semua masyarakat tahu dan semakin waspada dengan maraknya kejadian-kejadian serupa.

Awalnya Saya berkenalan dengan seseorang lewat internet sebut saja namanya Lukman sekitar tahun 2001/2002, dia kuliah di salah satu universitas besar di daerah depok, perkenalan tersebut diawali ketika Saya melihat website pribadi dia yang cukup menarik, waktu itu Saya sangat tertarik untuk desain web, Saya kemudian menghubungi dia, selanjutnya kami berhubungan lewat email dan sms, obrolan kami tidak jauh-jauh dari desain web.

Tahun 2005 kami putuskan untuk bertemu, semuanya seperti biasa saja, Saya yakin waktu itu pun dia belum menjadi anggota NII. Sampai akhirnya tahun 2008 dia kembali menghubungi Saya untuk bertemu lagi, akhirnya kami bertemu di sebuah mesjid di daerah Kelapa Gading, kami bercerita seperti biasa, tentang pekerjaan, kuliah, dan lain-lain, sampai akhirnya dia bilang kalau dia mau mengenalkan Saya kepada seorang temannya yang katanya orang hebat, orang yang bisa menjadi contoh untuk belajar. Saya setuju saja hitung-hitung bisa nambah teman, dan waktu itu Saya sama sekali tidak ada curiga.

Akhirnya pertemuan berikutnya di sebuah restoran di daerah Cipulir sepulang Saya kuliah, ketika itu malam hari sekitar pukul 7, mereka berdua (Lukman dan temannya yang mau dikenalin) rupanya sudah menunggu disana. Dikenalinlah Saya dengannya (sebut saja namanya pak Eko), kami ngobrol seperti biasa, akhirnya menjurus ke masalah agama disini pun Saya sama sekali belum curiga, tak lupa orang tersebut rupanya membawa sebuah Al-Qur’an terjemahan dan menjelaskan tentang agama dan paham-nya dan mendengarnya Saya hanya mengangguk setuju, ada kalimat yang di ucapkannya yg masih Saya ingat kalau dia memang senang bertukar pikiran dengan orang-orang yang satu visi, waktu itu Saya masih berpikir kalau memang orang itu cocok untuk bertukar pikiran dan belajar agama (ketika itu sama sekali belum kepikiran tentang ajaran NII). Pada pertemuan kali itu dia mengajak Saya dan Lukman untuk ke rumahnya di kawasan Ciledug, Saya meng-iyakan saja sekalian nambah ilmu agama pikir Saya.

Pertemuan berikutnya, karena Saya tidak tau rumah pak Eko, maka Saya dan Lukman akhirnya janjian ketemu di Cipulir, waktu itu lagi sore hari sekitar pukul 4 sore. sampai di Cipulir dia mengenalkan Saya dengan teman perempuannya yang bernama Puput. Dan akhirnya kami bertiga berangkat ke Ciledug. Tidak berapa lama setelah kami bertiga sampai di rumah pak Eko kami langsung di ajak masuk ke suatu ruangan kecil oleh seseorang yang kebetulan waktu itu sedang di rumah pak Eko (mungkin dia adalah asistennya pak Eko atau apalah Saya kurang jelas, sebut saja namanya pak Ahmad), di dalam ruangan tersebut ada sebuah whiteboard dan beberapa Al-Qur’an, karena pak Eko sedang tidak dirumah, akhirnya oleh pak Ahmad kami disuruh menunggu pak Eko di ruangan tersebut, tidak lama kemudian pak Eko masuk ke ruangan tersebut dan akhirnya menjelaskan tentang agama lebih jelas/detail di whiteboard, sebelumnya kami diberi masing-masing satu buah Al-Qur’an terjemahan agar bisa langsung membuka ayat-ayat yang kebetulan dijelaskan oleh pak Eko, terkadang kami bertiga disuruh gantian membaca terjemahannya sebelum dia menjelaskan lebih detail mengenai ayat-ayat tersebut. Demikian seterusnya sampai kami semua disuruh untuk Hijrah agar tidak menjadi kafir.

Disini Saya sudah mulai curiga tentang ajaran tersebut namun karena Saya belum pernah sebelumnya mendengar tentang adanya NII maka Saya tidak tau pasti kecurigaan Saya itu seperti apa.

Pertemuan berikutnya, kami bertiga kembali kerumah pak Eko, masih di ruang yang sama dengan pertemuan sebelumnya, penjelasan kali ini lebih membujuk kami untuk segera Hijrah ke Negara Islam Indonesia (NII) karena jika tidak hijrah maka seumur hidup kami akan disebut kafir dan dipastikan akan masuk neraka. Sebelumnya dia bertanya kepada masing-masing dari kami apakah kami punya saudara anggota TNI/Polisi, Saya jawab saja “tidak”, kemudian Saya bertanya balik, lho memangnya kenapa? Di jawabnya “kalau untuk TNI/Polisi kami punya tempat lain untuk mereka agar tidak digabungkan bersama kalian”.

Satu hal yang mengejutkan dalam pertemuan malam ini tentang adanya sedekah atau zakat atau mungkin sumbangan yang wajib di keluarkan oleh anggota NII namun bisa dicicil setiap bulannya sesuai kemampuan,katanya ini sebagai penebus dosa agar bisa masuk Surga. Kami bertiga ditanyain satu persatu dimulai dari temen Saya Lukman, Saya kaget dengan jawabanya si Lukman kalau dia akan menyumbang sebesar 60 Juta untuk NII, kemudian beralih ke Puput dengan jawabannya yaitu 15 juta, kembali pak Eko menjelaskan kalau uang tersebut seikhlasnya saja dan tidak perlu terlalu besar kalau memang tidak mampu toh bisa di cicil kok, karena Saya waktu itu lama untuk menjawab, Saya jawab aja “6 juta” (asal nyebut aja ini). “ok” kata pak Eko, kemudian kembali di tanya, berapa DP yang akan kalian keluarkan untuk sumbangan tersebut, dalam hati “apa2an kok langsung minta DP?” tmn Saya Lukman menjawab “6 Juta”, si Puput menjawab 2 juta, dan Saya jawab aja 200ribu. (saya lupa nominal pastinya untuk jumlah-jumlah di atas, yg jelas Saya cukup kaget dengan jumlah yang disebutkan oleh mereka)

Pada pertemuan malam itu (Saya ingat sekali kalau malam itu adalah malam senin) pak Eko juga bilang kalau esok-nya akan ada pelantikan atau Baiat atau apalah khusus bagi mereka yang mau hijrah, dan kami bertiga akan dipisahkan di tempat yang berbeda, si Lukman di daerah Bintaro, si Puput kalau gak salah di daerah Tangerang, sedangkan Saya di daerah Jakarta Timur. Karena berangkatnya subuh akhirnya Saya putuskan untuk menginap saja di rumah pak Eko, sementara teman Saya Lukman dan Puput malam itu berangkat ke tempat yang lebih dekat dengan lokasi Baiat mereka, sepertinya esok Saya harus bolos kerja untuk ini.

Jam 4 subuh; Saya dibangunkan oleh salah seorang yang juga tinggal di rumah pak Eko untuk bersiap ke tempat Baiat, setelah siap pak Ahmad kemudian mendekati Saya dan minta uang 200rb sebagai DP yang semalam sudah Saya ucapkan dengan pak Eko, karena Saya waktu itu sedang tidak bawa cash akhirnya kami ke ATM dulu untuk mengambil uang tersebut, dan kemudian kami berdua mengendarai motor (motor yang saya bawa Saya titip dirumah pak Eko, kami memakai motor pak Ahmad) menuju ke daerah Jakarta Timur, sekitar pukul 5.00 subuh kami sampai di daerah duren sawit perempatan pahwalan revolusi, kami berhenti di sana, kata pak Ahmad kalau dia menunggu rombongan yang juga mau ke tempat Baiat, Azan subuh berkumandang sengaja Saya diam dan menunggu reaksi pak Ahmad apakah dia mau mengajak Saya sholat subuh atau tidak, dan hasilnya setelah pukul 6 tidak ada tanda-tanda kalau dia mengajak Saya ke mesjid untuk sholat subuh, tentunya ini aneh bagi Saya. Cukup lama kami menunggu disitu sampai sekitar pukul 10 pagi barulah mobil rombongan yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, sebuah mobil panther hitam yang di dalamnya ada beberapa orang, di baris paling belakang ada sekitar 5 orang yang sepertinya senasib dengan Saya, pak Ahmad yg tadinya menemani Saya akhirnya kembali pulang dan akan menjemput Saya siangnya di tempat yg sama, dan Saya bersama rombongan pergi ke tempat yang dimaksud dengan mobil tersebut, sebelum mobil tersebut berangkat kami semua yang ada di baris belakang di wajibkan untuk menutup mata selama perjalanan (what the hell?), kami semua nurut sampai akhirnya ketika disuruh membuka mata tiba-tiba kami sudah ada di dalam sebuah garasi yang tertutup. Langsung kami semua turun dan berkumpul di ruang tengah rumah tersebut.

Selanjutnya kami di suruh untuk makan terlebih dahulu, di sana rupanya mereka sudah menyiapkan beberapa nasi bungkus untuk kami, setelah makan kami di ajak masuk ke sebuah ruangan yang di dalam ruangan tersebut sudah berkumpul beberapa orang yang mungkin juga akan hijrah dengan seragam kemeja putih dan celana hitam yang berjumlah sekitar 10 orang yang jika ditotalkan dengan kami semua maka akan berjumlah 16 orang, yang Saya lihat dari penampilan mereka tersebut adalah mereka dari golongan yang kurang mampu yang mungkin lebih mudan untuk disusupi paham-paham baru karena pengetahuan yang minim, Saya aja yang merasa tampak bodoh kenapa bisa berkumpul di ruangan tersebut.

Di dalam ruangan tersebut yang seperti sebuah kelas kecil sudah terlihat seorang yang sepertinya dituakan atau punya pangkat tinggi di NII umurnya sekitar 50an duduk di depan menghadap kami beserta dengan beberapa org lain di kanan kirinya dengan sebuah meja panjang di depan mereka (mirip sebuah persidangan dengan Hakim ketua berada di tengah). Salah seorang di antara mereka kembali menjelaskan tentang NII dan NKRI tentang perbedannya dan menjelek-jelakkan NKRI.

Di white board tersebut sudah tertulis sebuah teks proklamasi yang teksnya dirubah sesuai dengan paham mereka.

Sampai pada akhirnya kami semua di Baiat dengan sumpah NII, Saya lupa teks sumpah tersebut, syukurlah Saya tidak sepenuh hati mengucapkannya.

Setelah acara sumpah tersebut kami akhirnya punya nama baru, jadi selama berada di lingkungan NII maka tidak di wajibkan menggunakan nama asli melainkan menggunakan nama baru yang diberikan ketika di Baiat, yaitu nama yang mengandung unsur Islam, ketika itu nama Saya adalah Mahdi ….. (Saya lupa nama terakhirnya).
Dan tidak lupa kami masing-masing di absen dan di beritahu berapa uang yang harus kami setorkan kepada NII setiap bulannya, waktu itu kalau tidak salah Saya wajib menyetorkan sekitar 500rb setiap bulan kepada NII.

Setelah prosesi tersebut kami keluar dari ruangan dan bersiap-siap sholat zuhur, kembali terjadi satu kejadian yang aneh menurut Saya, salah seorang teman tiba-tiba sholat duluan karena memang sudah tiba waktunya, sementara yang lain masih ambil air wudhu, sebagian masih makan makanan kecil, nah teman yang tadi shalat duluan di suruh berhenti oleh salah satu anggota NII dengan alasan tidak boleh shalat mendahului pimpinan yang ada disitu, dan akhirnya temen Saya itu berhenti shalat dan sholat kembali berjamaah bersama dengan pemimpin itu (ajaran macam apa ini?).

Akhirnya setelah sholat selesai, kami semua diperbolehkan pulang dan kamipun diantar sampai ke terminal Kampung Melayu, kembali selama perjalanan keluar dari rumah tersebut mata harus ditutup. Sampai akhirnya Saya dan beberapa teman lain diturunkan di kampung melayu. Dengan salah satu teman Saya bertanya tentang awalnya dia masuk NII, dia bilang kalau dia telah menjual handphone miliknya seharga 2 juta untuk di setorkan kepada NII, rupanya masih ada yang lebih parah daripada Saya.

Dari kampung melayu Saya ke slipi karena pak Ahmad sudah menunggu disana (pak ahmad tidak sempat ke Duren sawit untuk menjemput dan akhirnya janjian ketemu di Slipi), karena Saya harus kembali lagi ke rumah pak Eko untuk mengambil motor yang Saya titipkan disana. Sampai disana setelah beristirahat sejenak Saya kemudian pulang.

Kembali Saya berhubungan dengan teman Saya Lukman dan Puput dan mereka juga sudah memiliki nama baru mereka masing-masing.

Sejak menemukan sejumlah kejanggalan-kejanggalan pada NII, Saya terpikir untuk mencari tahu lewat internet tentang NII, banyak sekali artikel yang Saya temukan disana dan semua artikel tersebut bernada negatif, termasuk hubungan NII dengan sebuah pesantren besar Al-Zaitun (Saya tidak tau pasti apakah benar ada hubungannya atau tidak, tapi begitulah yang Saya temukan di artikel tersebut)

Setelah menelusuri dan mencetak beberapa artikel, kemudian Saya pelajari dan akhirnya Saya berpendapat kalau NII ini adalah sesat, sejak saat itu Saya tidak mau berhubungan lagi dengan pak Eko, Ahmad dan segala sesuatu yang ada hubungannya dengan NII, berulang kali pak Ahmad mencoba menelpon Saya namun tidak Saya gubris, sementara Lukman dan Puput juga melakukan hal yang sama, membujuk Saya untuk tetap di NII.

Kemudian dengan bermodal artikel yang sudah Saya cetak, Saya menerima tawaran untuk bertemu dengan Lukman dan Puput di kampus Saya di daerah Meruya (bukan di rumah pak Eko atau di tempat lain), akhirnya benar rupanya mereka berdua benar-benar datang ke kampus Saya bahkan sampai menunggu Saya persis di depan kelas padahal Saya masih sedang ada kelas waktu itu, karena gak enak membiarkan mereka menunggu Saya menyerahkan artikel-artikel tersebut ke mereka untuk mereka baca sementara Saya kembali ke kelas. Setelah kelas selesai kami bertiga kembali berbicara tentang NII, mereka tetap ngotot untuk membujuk Saya agar mau kembali bertemu dengan pak Eko, agar jangan hanya melihat artikel di internet, tapi Saya juga ngotot untuk tidak berhubungan dengan NII lagi karena memang tidak sesuai dengan hati Saya.

Sejak saat itu tidak ada teror-teror lagi tentang NII, namun Saya masih berhubungan dengan Lukman, terakhir bertemu Lukman sekitar pertengahan tahun 2010 rupanya dia masih menjadi warga NII, dan sampai sekarang kami masih berhubungan baik dan dia juga tidak pernah lagi membicarakan tentang NII kepada Saya.

Beberapa kejanggalan yang terjadi selama mengikuti NII :
1. Pak Eko yang membaca Al-Qur’an dengan lancar namun tajwidnya tidak benar
2. Pak Ahmad yang tidak mengajak sholat shubuh
3. Teman Saya yang dipaksa berhenti sholat hanya karna mendahului pemimpin
4. Zakat yang sangat memberatkan warga NII

Masih banyak sebenarnya kejanggalan lain namun hanya 4 itulah yang membuat Saya merasa cukup yakin kalau NII adalah paham sesat.

Semoga dari cerita yang Saya tulis di atas bisa membuat kita lebih waspada terhadap jaringan NII ini karena sampai sekarang mereka masih beraksi untuk merekrut anggota baru, tetap waspada terhadap orang-orang yang tidak di kenal karena secara penampilan para warga NII tidak ada perbedaan dengan orang-orang biasa pada umumnya.


Wassalam.



Share

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting